
Aboutgarciniacambogia.com – Tokoh garis keras Ibrahim Raisi memenangkan pemilu presiden Iran kemarin. Sejumlah kalangan menilai pemilu kemarin sudah dirancang untuk dimenangkan oleh Raisi setelah banyak warga tidak menyalurkan suaranya.
Raisi, 60 tahun, adalah ulama yang disukai pemimpin spiritual tertinggi Iran Ayatullah Ali Khamenei. Dia bahkan dipandang sebagai calon pengganti Khamenei. Raisi sebelumnya adalah hakim agung dengan pandangan ultra-konservatif. Status Raisi kini sedang dalam sanksi Amerika Serikat dan dianggap terlibat dalam kasus eksekusi sejumlah tahanan politik.
Posisi presiden di Iran adalah jabatan kedua tertinggi setelah pemimpin spiritual.
Dilansir dari laman BBC, Minggu (20/6), Raisi akan dilantik Agustus mendatang. Dia akan memiliki pengaruh terhadap kebijakan domestik dan luar negeri. Namun dalam sistem politik Iran, pemimpin spiritual tertinggilah yang menentukan keputusan last untuk segala urusan negara.
Banyak warga Iran menilai pemilu kali ini sudah direkayasa. Angka resmi warga yang menyalurkan suaranya adalah 48,8 persen, terendah selama pemilu, dibandingkan pemilu 2017 silam yang mencapai 70 persen.
Siapakah Raisi?
Sejak masih muda Raisi sudah memiliki sejumlah jabatan penting. Ketika usianya baru 20 tahun dia sudah menajabat sebagai jaksa di Kota Karaj.
Dia kemudian ditunjuk sebagai ketua pengadilan pada 2019, dua tahun setelah dia kalah tipis dari Hassan Rouhani pada pemilu presiden sebelumnya.
Raisi menggambarkan dirinya sebagai orang yang tepat untuk memerangi korupsi dan ketidakadilan serta memecahkan masalah ekonomi.
” Penderitaan rakyat atas segala kekurangan yang ada itu nyata,” kata dia ketika menyalurkan suaranya di Teheran kemarin.
” Dengan kepercayaan rakyat ini, ada tanggung jawab besar di pundak saya dan saya akan berusaha sebaik mungkin atas izin Allah dan Nabi Muhammad dan seluruh keturunannya,” ujar Raisi dalam jumpa pers kemarin.
” Saya berharap bisa memikul tanggung jawab segala tugas yang ada di pundak saya.”
Kementerian Dalam Negeri kemarin mengatakan Raisi meraup suara hampir 18 juta dari 28,9 surat suara yang masuk.
Banyak kalangan dan para pembela hak asasi menyebut Raisi berperan dalam eksekusi massal tahanan politik pada 1988, ketika usianya baru 27 tahun.
Raisi berulang kali membantah dia terlibat dalam keputusan hukuman mati. Namun dia juga mengatakan hukuman itu bisa dibenarkan oleh fatwa dari pemimpin spiritual tertinggi kala itu, Ayatullah Khomeini.